Selamat datang di wilayah Kelurahan Gembirakata, kelurahan paling tertinggal se-kabupaten Blogspot. Berikut ini adalah beberapa pidato, sambutan, hasil rapat, liputan, curhat, corat-coret, gosip, isu, dan tulisan-tulisan meresahkan lainnya hasil karya para staf kami. Rakyatku tercinta, silahkan menikmati situs tidak penting ini dan jangan lupa menyediakan cukup air minum sekiranya keselek gara-gara tulisan-tulisan kami yang terlalu pedas. Monggo...

Opeth - Watershed

Jumat, 02 Mei 2008 , Posted by kelurahan-gembirakata at 08.18


Salam sejahtera lagi..

Rakyatku, saya sedih dengan perkembangan musik Indonesia nyata sana. konon katanya musiknya semakin monoton seperti monotonnya tampang Pak Carik [tenang pak ini pujian kok, maksudnya Pak Carik tampangnya ganteng terus jadi ya monoton gitu pak sekali pasang tampang ndeso kayak mas Mudi Keder-rian]. padahal, banyak musisi Indonesia yang melanglang buana. Kalo Kekal dan Discus sih kalian semua tahu kalo mereka adalah karya terbaik anak bangsa, tapi tahukan anda kalau Tool dan Opeth juga band yang memiliki kecintaan tinggi terhadap Indonesia?

Ya, saya tahu situ semua pasti ngakak-ngakak sampe bego di depan layar sana, tapi saya punya alasannya. Pertama, Tool, band progressive metal yang banyak dikagumi mereka yang melek musik, dipimpin orang gila bernama Maynard James Keenan.. Tapi eh tapi, tahukah anda kalau Maynard James Keenan punya satu lagi nama belakang? Namanya adalah Nasution, jadi aslinya Maynard James Keenan Nasution dan beliau adalah keturunan drummer lokal kenamaan Keenan Nasution! Sedangkan untuk Opeth, semua juga tahu band prog metal ini terinspirasi oleh nama basis lokal kenaman Opeth Alatas, tadinya sih mau dipake semua tapi mas Akerfeldt bilang Alatasnya dibuang aja ntar nggak bisa konser di USA sana cuma gara-gara dikira ekstrimis muslim! Hebat kan rasa nasionalisme Opeth? kalo saya jadi presiden maka Opeth udah pasti saya jadiin warga negara Indonesia. Bahkan kalo mas Akerfeldt siap, silahkan jadi Mudin saya [kira-kira mau nggak ya?] Percayalah rakyatku, semua itu benar adanya, lagian ini kan kelurahan saya, ya bebaslah kalo saya mau ngomong apa juga! Camkan itu rakyatku.

Eh tapi, rakyatku yang baik, saya pidato sekarang bukan buat bikin kuliah asal usul Tool dan Opeth. Tapi, pidato saya masih berhubungan band yang saya sebut kedua, Opeth. Kenapa eh kenapa? Karena eh karena, Opeth punya album baru berjudul “Watershed”..now, i bet that is good news.

Berdasarkan nujum yang saya dapatkan setelah puasa nggak kentut 3 hari dan bertapa di bawah pohon jengkol depan rumah saya, Watershed itu artinya an event or period marking a turning point in a state of affairs [wuihh, ternyata kursus bahasa inggris bersama Bu Zubaedah sudah membuahkan hasil]. Jadi ya, kalo kata saya sih, dari awal Opeth udah bikin statement bahwa album ini bakal beda dengan album yang lain. Dan setelah saya dengarkan, memang begitu adanya.

Album ini dimulai degan sebuah lagu akustik pendek yang memamerkan baluran vokal mas Akerfeldt yang menawan seperti kumisnya yang selalu manis. Dari sini pun semuanya sudah jelas, sebab setahu saya Opeth tidak pernah membuka albumnya dengan lagu beraroma akustik kecuali di album Damnation. Malah, di lagu ini saya mendengar suara perempuan yang menawan, yes this must be a new path of Opeth. Dan rakyatku, lagu kedua album ini menunjukkan segalanya.

Behold this is the new path of Opeth, percaya atau tidak Opeth melambat di album ini. Safe to say, opeth sedikit bergeser dari progressive death metal menjadi progressive doom death metal dengan emphasis terbesar pada adjektiva doom! Ya saya nggk tahu kenapa opeth jadi melambat. Tapi mungkin juga gara mas Akerfeldt lupa cukur kumis jadi keberatan kumis!!! Ironisnya, walaupun Opeth cenderung melambat, album ini justru menyuguhkan beberapa salah satu vocal delivery paling ferocious dari mas Akerfeldt, dengarkan saja Heir Apparent dan The Lotus Eater. Belum lagi, album ini juga menyuguhkan one of the most aggressive drumming by Opeth, pasang telinga dengan baik di awal lagu The Lotus Eater, anda pasti mengerti maksud saya.

Ok, jika ide Opeth untuk melambatkan musik mereka adalah ide yang konyol. Setidaknya, ide untuk melebarkan musik mereka dengan mengait seorang pemain keyboard di album ini mungkin salah satu ide mereka yang paling mutakhir. Buktinya, penambahan satu musisi ini justru signifikan karena berhasil menciptakan ambient yang baik di berbagai part akustik [yang banyak banget di album ini], nuansa space rock di lagu Heir Apparent atau danceable part di lagu The Lotus Eater [saya jadi inget masa kecil saya waktu panen padi di sawah sambil dengerin Edge Of Sanity]. Bahkan, sang keyboardist bisa menyuguhkan nostalgia prog rock 70an di lagu Burden. Bisa jadi, ini highlight album ini.

Singkatnya [iya kalo nggk singkat saya bisa pingsan, situ enak tinggal ngangguk-ngangguk doang], Watershed itu sama saja dengan Blackwater Park. Bukan sama musiknya, tapi sama fungsinya sebagai penanda. Blackwater Park adalah penanda berakhirnya era lama Opeth sedangkan Watershed menandai menguatnya pengaruh doom pada Opeth.

Rakyatku, gila juga rasanya jadi orang waras. Liat aja pilihan kata saya selama beberapa paragrap kayak GBHN pokokna Geuleuh lah. Nah sekarang saatnya saya jadi orang gila lagi…

Jadi, situ pulang aja sana, saya mau indehoy ama Ijah dulu sambil nonton Jalan Makin Membara, pilemnya Dede Yusup yang lama gitu hehehehehe..

Awas sia tong ngintip..bisi dikutuk jadi kadal ompong ku Ki Gendeng Bodo.



Wassalam




Pak Lurah Gembirakata




Currently have 0 komentar: